Notice: Undefined offset: 1 in /home/zau5zd45gt71/public_html/beritapolitikhijau.com/wp-content/themes/jnews/class/ContentTag.php on line 86
Notice: Undefined offset: 1 in /home/zau5zd45gt71/public_html/beritapolitikhijau.com/wp-content/themes/jnews/class/ContentTag.php on line 86
Notice: Undefined offset: 1 in /home/zau5zd45gt71/public_html/beritapolitikhijau.com/wp-content/themes/jnews/class/ContentTag.php on line 86
Notice: Undefined offset: 1 in /home/zau5zd45gt71/public_html/beritapolitikhijau.com/wp-content/themes/jnews/class/ContentTag.php on line 86
Notice: Undefined offset: 1 in /home/zau5zd45gt71/public_html/beritapolitikhijau.com/wp-content/themes/jnews/class/ContentTag.php on line 86
Notice: Undefined offset: 1 in /home/zau5zd45gt71/public_html/beritapolitikhijau.com/wp-content/themes/jnews/class/ContentTag.php on line 86
Saiful Armansyah (32), warga Gampong Panton Rayeuk, Kecamatan Banda Alam, Aceh Timur sudah berburu jernang sejak tujuh tahun lalu. Hampir semua belantara Aceh sudah dijelajahinya.
Saiful mengenali jernang dari abang kandungnya, Gunadi, warga Paya Bakong, Aceh Utara. Sedangkan abangnya mendapatkan pengetahuan itu dari ayah dan pakciknya, Armaya Wiyadi dan Raman Surya, suku Gayo dari Bener Meriah.
“Nama tumbuhannya semua disebut rotan, tapi rotan itu ada jenis jernang yaitu jernang padi atau kacang, jernang ipoh atau gajah, dan jernang super. Nah yang paling dicari pemburu itu adalah jernang super,” kata Saiful dalam bincang-bincang soal jernang dengan Serambi, beberapa hari lalu.
Menurut Saiful perjalanan untuk mencapai lokasi pencarian jernang bisa dua hari satu malam. “Kalau berangkat pagi di perjalanan nginap semalam, kemudian esok paginya berangkat lagi sampai ke tujuan,” katanya.
Saiful mengaku sudah mencari jernang dari 2010 hingga 2016 dan sudah menjelajahi kawasan hutan Aceh Timur sampai Lokop, Aceh Utara, Lhokseumawe, Samarkilang (Bener Meriah), Gunung Goh Bireun, Beutong, Alubilie, Blang Tadu (Nagan Raya), dan kawasan Leuser.
“Biasanya kami pergi melalui jalan raya, lalu masuk ke perkampungan yang berdekatan dengan hutan. Kami temui perangkat gampong dan mengajak warga setempat jika ada yang mau masuk hutan mencari jernang. Kalau tidak ada yang mau pergi, saya pergi sendiri,” jelas Saiful. Misi pencarian jernang bisa mencapai 15 hingga 25 hari di dalam hutan.
“Hasinya kadang-kadang lumayan dan kadang-kadang hanya cukup ongkos pulang dan bayar utang belanja kepada tauke, karena kalau nggak ada modal kadang-kadang belanja didanai oleh tauke,” jelas Saiful.
Jika buah jernang diproses menjadi tepung, harga tepung jernang berkualitas tinggi mencapai Rp 1 juta-Rp 1,5 juta/kilogram.
“Sekarang susah mendapatkan jernang super, karena sudah banyak warga yang melakoni profesi itu,” jelas Saiful.
Sejak 2013, Saiful mengaku sudah menanam 20-an batang jernang super di areal belakang rumahnya dan kini sudah mulai berbuah.
Biasanya 2-3 bulan sejak berbunga buahnya sudah bisa dipanen. Biasanya berbunga awal tahun dan kalau buahnya sudah sebesar biji kopi atau cekokak sudah bisa dipanen. “Namun saya belum mengerti penuh cara merawat dan mengembangkannya,” kata Saiful.
Seperti pengakuan pemburu jernang lainnya, Saiful juga sering berhadapan dengan binatang buas saat berada di hutan. “Tapi binatang-binatang itu tidak mengagnggu,” ujarnya.
Cara mengatasi agar tidak diganggu binatang buas, jelas Saiful, jika di camp harus hidupkan api unggun. Kalau sudah ada asap, binatang buas tidak akan mendekat.
Pada dasarnya, jelas Saiful, ia juga takut dengan segala risiko yang kemungkinan terjadi di hutan. Namun, karena hasil penjualan jernang yang menggiurkan membuat ia tetap semangat. “Meski takut tapi kalau sudah di hutan rasa takut itu hilang. Apalagi hasilnya sangat memuaskan, karena saat dijual dibayar tunai dengan harga yang sangat memuaskan. Pembeli juga berebut,” tutup Saiful