Notice: Undefined offset: 1 in /home/zau5zd45gt71/public_html/beritapolitikhijau.com/wp-content/themes/jnews/class/ContentTag.php on line 86
Notice: Undefined offset: 1 in /home/zau5zd45gt71/public_html/beritapolitikhijau.com/wp-content/themes/jnews/class/ContentTag.php on line 86
Notice: Undefined offset: 1 in /home/zau5zd45gt71/public_html/beritapolitikhijau.com/wp-content/themes/jnews/class/ContentTag.php on line 86
Notice: Undefined offset: 1 in /home/zau5zd45gt71/public_html/beritapolitikhijau.com/wp-content/themes/jnews/class/ContentTag.php on line 86
Notice: Undefined offset: 1 in /home/zau5zd45gt71/public_html/beritapolitikhijau.com/wp-content/themes/jnews/class/ContentTag.php on line 86
Notice: Undefined offset: 1 in /home/zau5zd45gt71/public_html/beritapolitikhijau.com/wp-content/themes/jnews/class/ContentTag.php on line 86
Beberapa waktu lalu, publik Indonesia dikejutkan oleh sikap Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang menolak jabatan tangan dari Surya Paloh dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Padahal, publik mengetahui bahwa hubungan Megawati dengan kedua politisi ini tak ada masalah. Bahkan khusus terkait AHY, bagaimana publik menyaksikan putra sulung Presiden ke-6 ini malah sempat bersilaturahmi ke kediaman Megawati di Kebagusan, sekaligus melakukan swa foto yang diabadikan banyak media.
Insiden penolakan jabatan tangan itu memang sudah lalu. Yang menarik adalah, belum juga terdengar insiden itu diselesaikan dan dijelaskan secara gamblang, muncul berita bahwa AHY kini telah sah menjabat sebagai Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Demokrat. Hal itu bahkan dibenarkan langsung oleh Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Amir Syamsuddin.
Bagi publik Indonesia, penunjukan ini mengundang banyak pertanyaan. Salah satunya adalah prestasi apa yang telah dicapai oleh AHY sehingga mendapat jatah sebagai Waketum Partai Demokrat? Memang, ayahnya adalah pendiri sekaligus pelaksana Ketua Umum partai. Namun menilik gaya kepemimpinan SBY yang juga tegas terhadap anak-anaknya, takkan mungkin memberikan jabatan strategis itu secara sembarangan.
Sementara itu, publik juga kadung mengetahui bahwa beberapa petinggi Demokrat sempat mempermasalahkan jabatan AHY sebagai Komandan Kogasma. Wakil Ketua Umum FKPD Subur Sembiring menyebut, selain Kogasma tidak diatur dalam AD/ART Demokrat, Kogasma juga tak punya andil signifikan dalam pemenangan pemilu.
Dalam sebuah konferensi pers, kala itu, Subur juga menilai Kogasma gagal mendongkrak suara partai di Pemilu 2019. Di Pemilu tahun ini, Demokrat hanya meraup suara 7,77 persen.
Lalu, jika Kogasma gagal, apakah prestasi AHY yang mengantarkan ia menjabat sebagai Waketum? Adakah prestasi itu sesuatu yang menyinggung bahkan mengecewakan Megawati Soekarnoputri sekaligus PDIP? Sehingga insiden cuek mencueki sampai terjadi? Banyak pihak yang berpendapat begitu.
Walaupun masih sumir, para pengamat politik nasional berpendapat bahwa prestasi AHY bersama timnya itu adalah terkait keberhasilan menjungkirbalikkan suatu capaian yang selama ini begitu dibangga-banggakan oleh Jokowi di muka publik tanah air.
Yang lebih seru lagi adalah, kini banyak isu yang bersliweran bahwa sebenarnya apa yang telah dilakukan oleh AHY, yang kemungkinan besar berkolaborasi dengan Surya Paloh, adalah alat tawar agar Partai Demokrat cq AHY bisa masuk menjadi anggota Kabinet Jokowi.
Di sisi lain, Amir Syarifudin menjelaskan secara singkat alasan AHY menjabat sebagai Waketum kepada media. Kata dia, jabatan AHY sebelumnya yakni Komandan Kogasma Partai Demokrat tidak ada di struktur partai. “Kalau Kogasma itu kan memang tidak ada. Belum ada di dalam anggaran dasar ya. Dan Kogasma waktu itu Kogasma predikat itu adalah pada waktu kegiatan di Pemilu kalau enggak salah itu,” ungkapnya.
Namun ketika ditanya mengenai kesempatan AHY menjadi menteri di kabinet baru Jokowi, Amir hanya tersenyum dan tak menjawab pertanyaan dari media.
Rupanya, senyuman pengacara senior itu benar mengandung arti. Sebagaimana diketahui publik, 10 Oktober lalu, Jokowi berkenan menerima mantan Presiden SBY. Tema yang diusung dalam pertemuan itu adalah kepastian Partai Demokrat untuk mendukung priode ke-2 pemerintahan Jokowi.
Ketika ditanya pihak media mengenai pertemuan itu, mantan Walikota Solo ini mengakui salah satu tema pembicaraan dengan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait kemungkinan Partai Demokrat gabung ke kabinet pemerintahan. “Kita berbicara itu tapi belum sampai ke sebuah keputusan,” ujar Jokowi.
Meski demikian, mantan Gubernur DKI Jakarta itu enggan menjelaskan detail pembicaraan Demokrat gabung kabinet dimaksud. Dia meminta awak media menanyakan juga ke SBY langsung. “Ditanyakan langsung ke Pak SBY,” ucap Jokowi.
Tak pelak, pertemuan ini pun memunculkan berbagai spekulasi. Salah satunya yang santer adalah mengenai revisi RUU KPK yang disinyalir bisa menghilangkan kasus-kasus besar yang ditangani oleh lembaga rasuah itu. Termasuk di dalamnya adalah kasus BLBI dan Bank Century.
Selain itu, rumor lain adalah Partai Demokrat melalui kunjungan Ketuanya seolah ingin menunjukkan bahwa keberhasilan Jokowi menggapai masa jabatan keduanya adalah juga berkat andil Partai berlambang Mercy itu. Terutama dengan keputusan Demokrat untuk tetap berdiri di tengah dan tidak mendukung lawan Jokowi kala itu, Prabowo Subianto.
Rumor yang tak kalah seru adalah, kunjungan dari SBY itu juga disinyalir sebagai unjuk tawaran perlindungan dari SBY terhadap Jokowi. Jika mantan Gubernur DKI Jakarta itu terus mengalami permasalahan dan mendapat kritik pedas publik. Yang sayangnya tidak bisa diatasi oleh partai pelindung Jokowi, PDIP. Apalagi publik kadung menyaksikan, Jokowi seperti dibiarkan berjalan sendiri menghadapi kritik dan serangan yang bahkan menyerang diri pribadi hingga keluarganya.
Adakah begitu? Tak ada yang tahu secara pasti. Namun yang pasti, selain posisi politik, sudah menjadi rahasia umum bahwa deal-deal para elit selalu mengikut sertakan deal-deal bisnis. Di sinilah rasa penasaran masyarakat mengemuka? Deal bisnis seperti apakah yang melingkupi pertemuan Jokowi-SBY itu? Apakah itu mencakup Surya Paloh dan sikap cuek Megawati Soekarnoputri? Hanya waktu yang bisa membuktikannya.