Notice: Undefined offset: 1 in /home/zau5zd45gt71/public_html/beritapolitikhijau.com/wp-content/themes/jnews/class/ContentTag.php on line 86
Notice: Undefined offset: 1 in /home/zau5zd45gt71/public_html/beritapolitikhijau.com/wp-content/themes/jnews/class/ContentTag.php on line 86
Notice: Undefined offset: 1 in /home/zau5zd45gt71/public_html/beritapolitikhijau.com/wp-content/themes/jnews/class/ContentTag.php on line 86
Notice: Undefined offset: 1 in /home/zau5zd45gt71/public_html/beritapolitikhijau.com/wp-content/themes/jnews/class/ContentTag.php on line 86
Notice: Undefined offset: 1 in /home/zau5zd45gt71/public_html/beritapolitikhijau.com/wp-content/themes/jnews/class/ContentTag.php on line 86
Notice: Undefined offset: 1 in /home/zau5zd45gt71/public_html/beritapolitikhijau.com/wp-content/themes/jnews/class/ContentTag.php on line 86
Reklamasi teluk Jakarta kembali menjadi isu yang terus diperbincangkan, dan menimbulkan pro-kontra di tengah masyarakat jelang peringatan HUT ke-492 Jakarta. Kali ini kebijakan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Pulau D atau Kawasan Pantai Maju, Jakarta Utara, yang menuai kontroversi. Karena sebelumnya justru mencabut izin reklamasi, beberapa pihak menuduh, penerbitan IMB di pulau hasil reklamasi, dilakukan diam-diam.
Sebenarnya reklamasi bukan hal baru bagi Jakarta. Kegiatan untuk meningkatkan manfaat sumber daya lahan dengan pengurukan, penimbunan, atau pengeringan lahan (drainase) sudah mulai dilakukan sejak 1980-an. Ketika itu PT Harapan Indah mereklamasi kawasan Pantai Pluit selebar 400 meter. Di daerah baru yang terbentuk dibangun permukiman mewah Pantai Mutiara.
Lalu, pada 1981, PT Pembangunan Jaya mereklamasi kawasan Ancol sisi utara untuk kawasan industri dan rekreasi. Sepuluh tahun kemudian, giliran hutan bakau Kapuk yang direklamasi untuk kawasan permukiman mewah yang sekarang dikenal dengan sebutan Pantai Indah Kapuk. Tahun 1995, reklamasi dilakukan untuk industri, yakni Kawasan Berikat Marunda.
Saat itu kegiatan reklamasi di empat lokasi tersebut sudah menimbulkan perdebatan. Sejumlah pihak menuduh reklamasi Pantai Pluit mengganggu sistem Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Muara Karang. Perubahan pola arus laut di areal reklamasi Pantai Mutiara yang diduga berdampak terhadap mekanisme arus pendinginan PLTU.
Kembali ke Anies, dirinya berkelit bahwa izin reklamasi dan penerbitan IMB merupakan dua hal yang berbeda. “IMB bukan soal reklamasi jalan atau berhenti. IMB adalah soal izin pemanfaatan lahan hasil reklamasi dengan cara mendirikan bangunan. Dikeluarkan atau tidak IMB, kegiatan reklamasi telah dihentikan,” ucap Anies.
Ditambahkan, proses penerbitan IMB di Pulau D hasil reklamasi atau Kawasan Pantai Maju sudah sesuai dengan prosedur yang ada. Seperti membangun sebuah gedung, pengajuan IMB memang tak perlu diumumkan. “Semua [tetap] dilakukan sesuai prosedur. Kalau Anda mengajukan permohonan IMB ya akan diproses. Bila permohonannya sesuai dengan ketentuan yang ada, maka diterbitkan IMB,” katanya.
Soal pencabutan izin reklamasi, pihaknya menyatakan telah mencabut izin di 13 dari 17 pulau yang ada, dan empat kawasan yang tersisa telah berbentuk daratan. Empat kawasan tersebut akan dimanfaatkan sesuai dengan ketentuan hukum untuk sebanyak-banyaknya kepentingan publik.
Namun, argumen Anies dimentahkan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) DKI Jakarta, Tubagus Soleh Ahmadi. LSM lingkungan hidup itu menilai, kebijakan Anies menerbitkan IMB merupakan upaya memfasilitasi agar proyek reklamasi terus berjalan, yang justru membawa arah lingkungan hidup Jakarta semakin tidak jelas. Kebijakan Anies menerbitkan IMB di pulau-pulau reklamasi tak berbeda dengan pendahulunya, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Fauzi Bowo alias Foke.
“Gubernur saat ini tidak ada bedanya dengan gubernur-gubernur sebelumnya yang memaksakan reklamasi terus berjalan,” kata Tubagus di kantornya, Jakarta, Senin (17/6/2019).
Tubagus menyoroti peraturan yang mendasari penerbitan IMB tersebut, yakni Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 206 Tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota Pulau C, Pulau D, dan Pulau E Hasil Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta, yang diterbitkan pada 25 Oktober 2016. Menurutnya, aturan yang dijadikan acuan oleh Anies dalam menerbitkan IMB ditengarai hanya untuk menutupi ketelanjuran pembangunan di atas pulau reklamasi sejak 2015.
Tubagus mempertanyakan kebenaran kebijakan Anies menerbitkan IMB untuk hunian di pulau reklamasi telah meminta pertimbangan dari tim ahli. Menurutnya, pertimbangan ahli ini harus memenuhi penjelasan sebagaimana tertuang dalam Pasal 18 ayat (3) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2005. Anies dinilai tidak konsisten terkait permasalahan reklamasi. Melakukan penyegelan bangunan yang ada di atas lahan reklamasi pada 2018, tetapi pada tahun yang sama juga mencabut penyegelan dengan alasan pengembang sudah memenuhi kewajiban.
Serangan Tubagus disikapi Anies dengan tindakan “mengoper bola panas” ke pendahulunya, Ahok. Anies mempertanyakan Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 206 Tahun 2016 yang dijadikan sebagai landasan hukum untuk menerbitkan IMB di pulau reklamasi di Teluk Jakarta. Pergub itu diterbitkan pada 25 Oktober 2016, beberapa hari sebelum Ahok cuti kampanye pemilihan Gubenur DKI Jakarta 2017. Menurutnya, dengan adanya Pergub itu, Pemprov DKI Jakarta terpaksa menerbitkan IMB untuk 932 gedung yang telah didirikan di Pulau D, pulau hasil reklamasi.
Tak tinggal diam, Ahok menyatakan keheranan atas sikap Anies menyalahkan Pergub yang dibuatnya. Dirinya menegaskan, Pergub itu tidak membuat Pemprov DKI Jakarta bisa menerbitkan IMB. “Kalau Pergub aku (Pergub No 206 Tahun 2016) bisa terbitkan IMB reklamasi, sudah lama aku terbitkan IMB,” kata Ahok.
Ahok menjelaskan, saat itu ia tidak bisa menerbitkan IMB lantaran masih menunggu rampungnya Perda reklamasi yang tengah disusun DPRD DKI Jakarta. Ia menunggu Perda itu disahkan agar pemprov memperoleh dana kontribusi tambahan sebesar 15% atas penjualan lahan reklamasi. Dana kontribusi tersebut bisa digunakan untuk pembangunan Jakarta.
“Kan aku mendukung reklamasi untuk mendapatkan dana pembangunan DKI yang bisa mencapai di atas Rp 100 triliunan dengan kontribusi tambahan 15% NJOP [nilai jual objek pajak-Red] setiap pengembang jual lahan hasil reklamasi,” ujar Ahok, yang juga mempertanyakan langkah Anies menerbitkan IMB di pulau reklamasi yang seolah-olah mengesampingkan potensi pendapatan tambahan bagi pemprov.
Kritik juga datang dari Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono. Gembong menyatakan penerbitan IMB sebagai pemanfaatan lahan hasil reklamasi menyalahi aturan. Penerbitan IMB seharusnya menunggu rampungnya dua rancangan peraturan daerah (Raperda) reklamasi, yakni Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKS).
Banyak kalangan mempertanyakan komitmen Anies terkait reklamasi teluk Jakarta. Meski menyatakan penerbitan IMB untuk kepentingan publik, banyak pihak menilai kebijakannya menyalahi aturan. Ironis, sempat mencabut izin reklamasi di masa-masa awal kepemimpinan sehingga dipuji banyak kalangan, kebijakan Anies terbaru justru bisa disebut sebagai kemunduran integritasnya sebagai pemimpin. Pasalnya, kebijakan yang diambilnya justru potensial merusak kelestarian lingkungan.