Notice: Undefined offset: 1 in /home/zau5zd45gt71/public_html/beritapolitikhijau.com/wp-content/themes/jnews/class/ContentTag.php on line 86
Notice: Undefined offset: 1 in /home/zau5zd45gt71/public_html/beritapolitikhijau.com/wp-content/themes/jnews/class/ContentTag.php on line 86
Notice: Undefined offset: 1 in /home/zau5zd45gt71/public_html/beritapolitikhijau.com/wp-content/themes/jnews/class/ContentTag.php on line 86
Notice: Undefined offset: 1 in /home/zau5zd45gt71/public_html/beritapolitikhijau.com/wp-content/themes/jnews/class/ContentTag.php on line 86
Notice: Undefined offset: 1 in /home/zau5zd45gt71/public_html/beritapolitikhijau.com/wp-content/themes/jnews/class/ContentTag.php on line 86
Notice: Undefined offset: 1 in /home/zau5zd45gt71/public_html/beritapolitikhijau.com/wp-content/themes/jnews/class/ContentTag.php on line 86
Bencana alam barangkali sulit diprediksi. Apalagi kondisi ini kerap terjadi secara mendadak, tanpa peringatan.
Akan tetapi, bukan tidak mungkin bencana dapat ditangani secara mandiri. Minimal, seseorang bisa menerapkan langkah-langkah psikologis yang tepat untuk menyelamatkan diri ketika bencana melanda.
“Yang harus kita lakukan adalah dengan kesadaran penuh untuk mencari tempat yang aman segera. Pastikan ketika kita mencari tempat yang aman kita harus bersama dengan keluarga yang ikut berpergian bersama kita,” kata Psikolog Anak, Remaja, dan Keluarga, Efnie Indrianie,kepada Medcom.id.
Psikolog Universitas Kristen Maranatha, Bandung itu mengatakan, kesadaran penuh dapat menghalau seseorang dari kondisi panik akibat bencana. Hal ini menyebabkan fungsi napas terkendali dan kadar oksigen di bagian otak menjadi stabil. Alhasil seseorang mampu berpikir dengan jernih.
“Sebaliknya, apabila volume oksigen berkurang di otak, kita tidak hanya sekedar tidak bisa berpikir jernih, pada sebagian orang akan menjadi pingsan,” sambung dia.
Efnie menyampaikan, terdapat beberapa cara yang bisa dilakukan agar pikiran jernih tetap terjaga selama bencana berlangsung. Dia bilang, upayakan menarik napas secara perlahan. Kemudian hembuskan napas dengan cara yang sama melalui hidung dengan alur waktu selama 30 detik.
“Ketika nafas terkendali, otak akan berfikir jernih dan detak jantung juga akan terkendali ritme nya. Dengan demikian kita akan tetap sigap menyikapi situasi dengan nalar yang jernih,” ujarnya.
Akan tetapi, menurut Efnie, langkah ini hanya efektif dilakukan saat bencana berlangsung dalam tempo yang singkat. Sedangkan jika bencana yang terjadi menerus, seperti bencana kekeringan di suatu daerah, Efnie merekomendasikan langkah yang berbeda.
“Nah, berbeda dengan bencana kekeringan. Untuk kasus yang satu ini si penderita akan merasakan terus menerus dalam satu kurun waktu. Kondisi ini akan memicu stres tinggi,” ungkap dia.
Untuk bencana seperti kekeringan, Efnie menganjurkan seseorang melakukan manajemen stres. Hal ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu emotion focus coping dan problem focus coping.
Emoticon focus coping merupakan upaya mencari cara untuk mengadu untuk melepaskan curahan hati yang dirasakan. Dalam hal ini, kata Efnie, seseorang bisa mengadukan kepada pemerintah atau relawan setempat yang berwenang.
“Ini menjadi sangat penting karena dengan mengeluarkan unek-unek mereka menjadi salah satu cara katarsis yang bisa mengurangi stres mereka,” beber dia.
Sementara itu, problem focus coping merupakan metode pelepasan stres dengan berkelompok. Misalnya, kata Efnie, oelepasan stres dapat dilakukan dengan mengajak masyarakat di daerah bencana bergotong-royong untuk mencari solusi berkelanjutam bersama pemerintah dan relawan.
” Misalnya dibantu mencari solusi untuk mencari sumber mata air secara bersama, atau membuat pipa pengairan dan sebagainya,” tandas dia.