Notice: Undefined offset: 1 in /home/zau5zd45gt71/public_html/beritapolitikhijau.com/wp-content/themes/jnews/class/ContentTag.php on line 86
Notice: Undefined offset: 1 in /home/zau5zd45gt71/public_html/beritapolitikhijau.com/wp-content/themes/jnews/class/ContentTag.php on line 86
Notice: Undefined offset: 1 in /home/zau5zd45gt71/public_html/beritapolitikhijau.com/wp-content/themes/jnews/class/ContentTag.php on line 86
Notice: Undefined offset: 1 in /home/zau5zd45gt71/public_html/beritapolitikhijau.com/wp-content/themes/jnews/class/ContentTag.php on line 86
Notice: Undefined offset: 1 in /home/zau5zd45gt71/public_html/beritapolitikhijau.com/wp-content/themes/jnews/class/ContentTag.php on line 86
Notice: Undefined offset: 1 in /home/zau5zd45gt71/public_html/beritapolitikhijau.com/wp-content/themes/jnews/class/ContentTag.php on line 86
Komisi Uni Eropa (UE) mengeluarkan Delegated Regulation Supplementing Directive 2018/2021 of the EU RED yang melarang penggunaan crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah sebagai bahan sumber biofuel di wilayahnya, belum lama ini. Mereka beralasan bahwa bahwa budi daya kelapa sawit telah mengakibatkan deforestasi berlebihan. Itu sebabnya penggunaan CPO untuk bahan bakar transportasi harus dihapuskan.
Indonesia dan Malaysia langsung bereaksi keras terhadap kebijakan diskriminasi dari UE ini. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan, menyatakan bahwa menghadapi perang dagang yang dilancarkan UE, pemerintah Indonesia siap bertarung habis-habisan, all of cost.
Berbagai langkah retaliasi atau pembalasan tengah disusun pemerintah Indonesia dalam menyikapi diskriminasi UE. Menko Luhut bahkan lantang menyatakan bahwa Indonesia siap keluar dari Paris Agreement alias Kesepakatan Perubahan Iklim Paris.
“Kalau bicara lingkungan, AS keluar juga dari climate change. Kita firm karena ini kepentingan nasional, karena rakyat kecil. Presiden Jokowi di Solo bilang firm, enggak main-main,” tutur Menko Luhut di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta, Rabu (27/3/2019).
Kesepakatan Perubahan Iklim Paris merupakan perjanjian dalam Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) mengenai mitigasi emisi gas rumah kaca, adaptasi, dan keuangan. Kesepakatan ini mengikat secara hukum setidaknya 51 negara di dunia.
Pernyataan keras Menko Luhut langsung ditanggapi kritik keras lembaga swadaya masyarakat Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi). Mereka menilai sikap Luhut mirip Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Walhi pun meminta Presiden Jokowi menegur salah satu pembantunya tersebut karena dinilai melebihi kewenangannya.
Standar Ganda
Sikap keras Indonesia atas kebijakan diskriminasi UE terhadap minyak sawit adalah wujud kekecewaan yang terakumulasi. Selama ini UE menyetir Indonesia dengan kebijakan standar Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) dan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Tanpa ada standar RSPO dan ISPO, CPO Indonesia tak akan bisa masuk ke pasar Eropa.
Sayangnya, ketentuan standar itu hanya diberlakukan untuk minyak sawit, sedangkan minyak nabati seperti dari kacang kedelai, rapeseed, hingga biji bunga matahari bisa leluasa diperdagangkan tanpa ada standardisasi tertentu.
Berbicara deforestasi dan indirect land use change (ILUC), berdasarkan hasil studi Satuan Tugas Kelapa Sawit International dari Union for Concervation of Nature (IUCN) terungkap bahwa komoditas minyak nabati lainnya membutuhkan lahan sembilan kali besar dibandingkan kelapa sawit. Total luas lahan empat komoditas penghasil minyak nabati dunia (kedelai, sawit rapeseed, dan bunga matahari) 200,5 juta hektare pada 2016.
Lahan perkebunan kedelai berada di posisi teratas dengan luas 121 juta hektare atau 61 persen dari seluruh lahan, tetapi cuma menghasilkan minyak 53 juta ton atau sepertiga dari produksi minyak nabati dunia. Bandingkan dengan sawit, di lahan seluas 20 juta hektare bisa menghasilkan 65 juta ton atau 40 persen dari produksi minyak nabati dunia.
Keefisienan sawit sembilan kali lipat terlihat pada produksi per hektare per tahun, sawit 4,27 ton, rapeseed 0,69, bunga matahari 0,52 ton, dan kedelai 0,45 ton.
Sesuai Sustainable Development Goals (SDGs) alias Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, poin pertama adalah mengurangi kemiskinan dan kelaparan. Lewat industri kelapa sawit, di Indonesia kini ada 20 juta orang pekerja di sektor sawit dan 2,3 juta lebih petani kecil.
Industri sawit terbukti mampu mengurangi angka kemiskinan dan menggerakkan roda ekonomi di daerah terpencil di pelosok Indonesia. Oleh karena itu, tidak mungkin pemerintah Indonesia tidak melawan karena kewajiban pemerintah adalah membela rakyatnya.